Di sebuah dapur mungil, di antara denting sendok dan embun pagi, Ibu Sri Hayati menaruh mimpi lewat sepotong roti. Ia bukan pembuat roti biasa, tangannya adalah ladang kesabaran, dan waktunya adalah adonan yang ia uleni perlahan.
Roti yang ia ciptakan bukan sembarang roti. Shokupan Mugifumi lahir dari proses panjang—lebih dari lima tahun pencarian rasa yang tak hanya unik di lidah, tapi juga hangat di hati. Ia berakar dari keragaman, bersahabat dengan tepung, dan berdialog dengan ragi yang kadang tak mau mendengar. Tapi seperti mukjizat yang tak pernah abai, Ibu Sri terus mencoba.